Rabu, 01 Mei 2013

Namaku Mata Hari

Judul: Namaku Mata Hari
Penulis: Remy Sylado
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 560
Cetakan: II, 2011
ISBN: 9789792262810
 
Sekilas saya hanya tahu sosok Mata Hari dari sebuah film dokumentasi yang pernah tayang di salah satu televisi, beberapa tahun yang lalu. Kisah tentang mata-mata yang tenar sebelum Perang Dunia I, dan memiliki darah Indonesia. Kini saya berkesempatan membaca kisahnya lewat narasi yang cukup detail, dari seniman Indonesia, Remy Sylado, berdasarkan kajian yang cukup detail sehingga terpapar kisah tentang Margaretha Geertruida Zelle, nama asli Mata Hari, wanita keturunan Jawa dari trah ibunya, berkelana ke berbagai negara dengan profesi penari, pelacur, dan mata-mata.
 
Cerita di ambil dari sudut pandang Mata Hari. Mengisahkan petualangan hidup dia semenjak remaja. Bagaimana gairah seksual dia sudah berkembang pesat begitu menginjak usia remaja, sampai kehilangan keperawanannya dari gurunya. Pernikahannya dengan tentara Belanda, keturunan Skot, John Rudolph MacLeod, diawali dengan kekerasan oleh suaminya, karena diketahui dia sudah tidak perawan lagi. Tetapi sebenarna Ruud, panggilan Mata Hari buat suaminya, lebih tak beradab lagi karena sebelumnya rutin mengunjungi rumah bordil di Amsterdam. 
 
Keributan di rumah tangga Mata Hari semakin berlanjut bahkan sampai ketika Ruud ditugaskan di Ambarawa, Indonesia. Ketika Mata Hari sedang hamil, Ruud bahkan menyampaikan keinginannya untuk bisa tidur dengan Nyai Kidhal, pembantu mereka. Marah, Mata Hari melarikan diri ke Borobudur. Di sana ia belajar tari tradisional eksotis dari mbah Kung, dan sempat tampil pada sebuah acara yang dihadiri pejabat penting pemerintah Hindia Belanda, Creemer dan Sri Sultan Hamengku Buwono. Berkat Creemer lah, permohonan Mata Hari agar ia dipindahkan ke Batavia dikabulkan. 
 
Semenjak pindah ke Batavia lah, karir Mata Hati sebagai penari mulai melonjak. Ditambah dendam pribadi kepada Ruud, akibat justru di Batavia, Mata Hati baru mengetahui kalau sebelumnya Ruud selingkuh dengan Nyai Kidhal, menjadikan mereka saling bentrok, bahkan sampai terjadi peristiwa saling usir terjadi. Apalagi Ruud berani mendatangkan wanita selingkuhan sampai ke dalam rumah. Momen terbunuhnya putra mereka Nyo tidak menyadarkan Ruud.  Dengan hidup sebagai penari panggung, yang digemari, Mata Hari bertekad membalas dendam, juga dengan selingkuh.

Kembali ke daratan Eropa, karirnya sebagai penari mulai melejit, tapi bakat sundal yang Mata Hati miliki semakin menjadi-jadi. Ia tidur dengan orang-orang penting, dari menteri sampai jenderal, sampai dia dibayar untuk menjadi mata-mata dengan mengorek rahasia negara dari orang-orang tersebut. Sampai ketika jatidirinya ketahuan.

Jujur saya suka karya Remy Sylado ini. Sayangnya kesulitan saya dapatkan pada saat-saat Remy menuliskan ucapan-ucapan dalam berbagai bahasa, yang membuat saya harus bolak-balik melihat ke catatan kaki. memang penggunaan kalimat-kalimat bahasa asing dipergunakan untuk menunjukkan kemahiran Mata Hati berbicara dalam berbagai bahasa, tapi seringnya digunakan membuat kadang saya merasa kesal pula. Selain itu beberapa kata kasar dipakai oleh penulis, terutama dalam kasus ketika sang tokoh yang dipakai sudut pandangnya, Mata Hari, sedang kesal. Makanya buku ini tak layak dibaca oleh anak-anak. Setidaknya remaja berusia SMA minimal baru layak membaca buku ini. 

Sosok Mata Hati akan selalu menarik untuk dikaji, tak hanya karena ada unsur keturunan Indonesianya, atau pernah tinggal di Indonesia. Tetapi nilai sejarahnya terkait suasana pra-Perang Dunia I, mengungkap sebuah intrik dalam pergulatan militer di saat itu. Penggunaan mata-mata yang menjadi contoh dalam intrik ini, terasa menarik. Karena inilah kerasnya perjuangan, kerasnya peperangan, sampai pada sebuah keadaan dunia sampai saat ini.

2 komentar:

  1. Kalo ga salah cerita ini dulu pernah dimuat di Kompas ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, bslm dibukukan mmeng dimuat dlm cerbung di kompas. saya jg bacanya lewat situ.
      cerita ini bagus..

      Hapus