Rabu, 23 Mei 2012

Gadis Pantai

Judul: Gadis Pantai
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Editor: Joesoef Isak
Penerbit: Hasta Mitra
Jumlah Halaman: 232
ISBN: -

Ini buku Pram kedua yang saya baca setelah Larasati. Buku ini mengkisahkan sosok gadis pantai dari kampung nelayan, yang menikah dijodohkan dengan seorang Bendoro. Gadis pantai yang semula hidup sederhana, membantu menumbuk udang, menjadi Mas Nganten, yang dihormati. Sang gadis pantai akhirnya merasa kehilangan identitas kampungnya. Setelah melahirkan anak dari Bendoro, yang ternyata berjeniskelamin perempuan, sang Gadis Pantai harus merasakan jahatnya si Bendoro, diceraikan dan dilarang membawa anaknya pergi.

Saya tertarik akan kisah ini, membaca review teman-teman yang menyukai buku ini, beberapa bahkan menyebut buku ini lebih baik ketimbang Tetralogi Buru. Secara penulisan, mungkin saya kurang sreg dengan pembuatan alur dari Pramoedya. Kisahnya menarik, memang. Tapi ini bukan buku bagus yang biasanya bis amembuat saya cepat membacanya. Meski demikian, pengangkatan kisah feodalisme di tanah Jawa yang diangkat oleh Pram, bisa memukau saya.

Saya juga agak heran, dengan sosok Bendoro di kisah ini. Tak pernah memberikan kejelasan kepada istrinya, apa yang dia kerjakan. Yang ada hanyalah pergi dan pergi saja, selama beberapa hari. Tindakannya mengusir pembantu tua, juga patut dipertanyakan. Apalagi menceraikan istrinya, hanya karena melahirkan anak perempuan? Seolah-olah tindakan mengusir Gadis Pantai di kala membaca kitab hadits sangat absurb. Islam tidaklah mengajarkan demikian. Seolah-olah ketika Sang Bendoro menanyakan perlunya dibuat sekolah mengaji di kampung halaman sang Gadis Pantai, kesan munafik ditampilkan begitu dia menceraikan sang gadis Pantai. Atau memang hal seperti itu yang benar-benar terjadi di Jawa selama itu? Setidaknya saya tidak pernah mendapat cerita itu dari kakek nenek saya.

3,5 rating saya berikan untuk buku ini. Atas kisah yang luar biasa, namun feel bacaan yang belum saya dapat mengurangi penilaian saya.

4 komentar:

  1. Aku udah baca karya Pram yang ini, dah cukup lama (ntah punya ntah minjem dah ga inget). Tapi memang rasanya tema yang diusung Hipokrisi. Btw cover yang ini lebih keren ya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, seneng ama birunya, terasa kelautan, hehehe

      Hapus
  2. saya mengidolakan Pramoedya. pertama kali baca buku ini saat duduk di kelas 2 SMP. dulu cover bukunya nggak kayak gini. saya masih inget dulu bacanya rebutan sama saudara kembar saya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, ada yang lebih lama dari cover biru ini ya, baru tahu

      Hapus