Rabu, 01 Agustus 2012

Pengantin Surga

Judul: Pengantin Surga
Penulis: Nizami Ganjavi
Penerjemah: Ali Nur Zaman
Penyunting: Salahuddien Gz
Penerbit: Dolphin
Jumlah Halaman: 250
ISBN: 9789791799836

Cinta, bagi seorang pecinta bukanlah hal yang absurb. Dengan cinta, kekuatan batin akan menguat dan hati akan terasa indah. Qays, mengalaminya. Putra yang ditunggu-tunggu kelahirannya oleh Syed Omri, seorang bangsawan, jatuh dalam cintanya kepada teman sepelajarannya, Layla. Namun cinta yang sebenarnya terbalas dengan sempurna itu harus tertahan dengan penolakan dari keluarga Layla. Kecewa dengan penolakan yang diberikan, Qays melarikan diri dari kehidupan duniawi, dan melanjutkan hidup dengan menggelandang, serta mensyairkan perasaan cintanya di tengah khalayak, sehingga panggilan Majnun (gila) disematkan kepadanya.
Majnun terkoyak oleh duka dan nestapa. Namun taman Layla merekah seakan msuim semi tiba. Bagaimana bisa cintanya kepada Layla tumbuh bahagia, Sementara anak panah menembus dadanya. (halaman 64)
Segala perjuangan untuk mendapatkan cinta Layla mendapatkan berbagai halangan. Dari perjuangan yang ditempuh oleh sahabatnya Nawfal yang mengakibatkan terjadinya peperangan antarkabilah, lamaran Ibnu Salam yang diterima oleh ayah Layla; sehingga Layla dinikahkan dengannya, sampai kematian kedua orang tua Majnun.

Dinikahkan dengan Ibnu Salam tak mengorbankan cinta Layla kepada Majnun. Cinta itu diwujudkan dnegan penolakan untuk melakukan hubungan suami istri. Bukankah kekuatan cinta itu sangat luar biasa? Meskipun diceritakan pada akhir kisah, Majnun tidak berhasil bersanding dengan Layla di dunia, tapi kebahagiaan mereka terwujud di surga. Pengantin Surga.


Membaca Pengantin Surga yang berjudul asli Layli o Majnun ini membuat saya termenung. Kisah ini bagi saya persis dengan berbagai kisah sufistik, pendekatan cinta seorang hamba kepada Sang Khalik. Dijelaskan dalam catatan penyunting, memang kisah ini menginspirasi kaum sufi dalam membuat syair/karya dengan simbolisme sosok Layla sebagai Yang Terkasih dan Majnun sebagai sosok pencinta. 

Kisah cinta Layla dan Majnun menggambarkan kepada saya bahwa cinta itu membakar tetapi semakin terbakar semakin mencintai. Perjuangan Majnun bukan berarti memperjuangkan nafsu, karena Majnun bukan terdorong nafsu untuk mencintai Layla, tetapi untuk menemukan makna mencintai. 
Dengan berbekal cinta kepada Sang Kekasih, apa yang harus ditakutkan dari minuman yang pahit dan beracun? (halaman 243)
O ya, saya mendapatkan buku ini diterjemahkan dengan baik. Tak perlu berkerut kening, sekedar mendapatkan keindahan kisah cinta ini, khususnya bagi saya yang kurang mendalami buku-buku berjenis romansa. Angkat jempol untuk terjemahan dan penyuntingan yang eksklusif. Tak rugi meluangkan waktu untuk membaca buku yang penuh dengan kehangatan cinta Layla dan Majnun ini.

3 komentar:

  1. Sebuah hadits riwayat Muslim: “Demi Yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak ada orang yang memanggil istrinya ke tempat tidurnya dan dia menolak, melainkan Dzat Yang berada di atas langit [yaitu Allah] akan marah padanya, sampai ia (suaminya) ridho dengan dia.”

    Jadi masihkah layla berhak mencium wanginya surga?

    BalasHapus
    Balasan
    1. hiya, yang dibahas kan buku fiksi :)
      but OK i get the point. Pada pandangan penolakan Layla, sama ko sependapat nggak setuju, (meski akhirnya si suami ngalah)
      Thanks ya komennya

      Hapus
    2. hehehe... ga boleh dicampurin sm realita ya mas :D
      soale kasian bener suaminya itu

      Hapus