Selasa, 31 Juli 2012

My Name is Red

Judul: My Name is Red
Penulis: Orhan Pamuk
Penerjemah: Atta Verin
Penerbit: Serambi
Jumlah Halaman: 726
ISBN: 9791112401

My Name is Red, adalah salah satu mahakarya novelis terkenal Turki, Orhan Pamuk, yang juga peraih nobel sastra 2006. Karya ini sempat membuat saya berpikir, apakah sebuah karya pemenang nobel sastra harus sulit dipahami pada awalnya, meskipun mengandung nilai seni dan keindahan yang tinggi? Pertama kali membaca My Name is Red, saya terkaget-kaget dengan model point of view versi Pamuk di novel ini. Tiap bab akan berganti sudut pandang. Meskipun lazim dengan buku-buku sebelumnya, tapi keunikan saya dapati dari My Name is Red. Bahasa yang mendetail, serta isi yang dibahas: tentang seni itu sendiri.

Dikisahkan Sultan Utsmaniyah di abad ke-16, memerintahkan sekumpulan miniaturis dan illustrator untuk membuat sebuah mahakarya yang akan diberikan kepada raja kaum Frank di Eropa. Sebuah karya yang membahayakan, karena berdasar pijakan ulama pada saat itu, karya tersebut akan bertentangan dengan ajaran agama. Jejak penolakan mengakibatkan terbunuhnya dua orang bagian dari pembuat lukisan tersebut, Elok dan Erniste Effendi. Untuk menyelidiki kasus pembunuhan tersebut, Sultan memerintahka Tuan Osman, kepala bengkel seni bersama Hitam, keponakan Erniste, untuk melacak misteri pembunuhan tersebut. Dengan melacak dari berbagai lukisan di ruang penyimpanan harta sang sultan, Tuan Osman bersama Hitam dikejar hari berusaha menemukan siapa pembunuh sesungguhnya, dan didapatkan tiga murid tuan Osman sebagai tersangka: Bangau, Kupu-kupu dan Zaitun.

Pendalaman yang kuat Orhan Pamuk akan seni lukis membawa kita ke dunia ilustrasi yang sangat indah. Turki terkenal sebagai negara yang kaya akan seni lukis dan gambar, beberapa di antaranya bisa dilihat di hasil kerajinan permadani Turki yang sudah terkenal di dunia. Dan Orhan mampu memindahkan keindahan lukisna dalam buku ini ke dalam rangkaian kata yang unik dan deskriptif. Belum lagi ketika ilustrasi yang dituliskan Pamuk, merupakan penggambaran dari berbagai karya sastra terdahulu yang populer, seperti kisah Layla Majnun karya Nizami, dan berbagai peristiwa sejarah sebelumnya. Meskipun kadang saya merasa bosan dengan terlalu banyaknya pengulangan isi dan deskripsi ilustrasi.

Membaca My Name is Red memperkaya khasanah kekayaan batin kita. Buku ini meledakan sanubari kita, tentang perdebatan terkait dengan pelaksanaan ajaran agama, apakah harus dilakukan secara tertulis, ataukah bisa dilakukan dengan sedikit pengaruh dari budaya, misalkan. Tak pelak, saya merasa beruntung membaca buku ini. Sulit untuk dibaca dengan cepat, tapi isinya sangat bernilai.

21 komentar:

  1. hmm...hingga sekarang masih belum berani menyentuh Orhan Pamuk...takut bosan di tengah jalan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. patut dicoba mbak, meskipun agak lamban, tapi bisa dinikmati ko

      Hapus
  2. jadi kaya detektif di abad 16 gitu, Mas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo aku bilang sih bukan detektif mbak, lebih ke pengungkapan nilai seninya

      Hapus
  3. ak juga belum pernah baca bukunya Orhan Pamuk, tapi ada temen yg sangat mengidolakan dia, jadi penasaran juga sih :)

    BalasHapus
  4. waah mas tesar sampe bikin 2 review hisfic, keren =) belum pernah baca orhan pamuk, tapi pengen juga nyobain sekali...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hiya, kebetulan pas baca, dua-duanya masuk hisfic mbak, trims ya

      Hapus
  5. ternyata yang komen di sini pada belum pernah baca Orhan Pamuk. toss! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi, sekali-kali patut dicoba mbak :)

      Hapus
  6. Aku selalu ingin baca novel ini. ada ebooknya.. tapi blum sempet terus,,, fufufu.

    kilasbuku.blogspot.com

    BalasHapus
  7. Eh ada ebooknya ya? aku baca backcovernya membosankan, tp baca review mas Tezar jd timbul keinginan u/ membacanya ...moga2 ada obralan

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo obralan agak susah, soalnya bukunya udah jarang sih

      Hapus
  8. Dulu sempat baca tapi gak sanggup nuntasin, ceritanya menarik yah tapi agak sedikit melelahkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. wuah, memang perlu semangat untuk menutaskannya

      Hapus
  9. Aku pernah nyoba baca yang apa ya lupa judulnya, beberapa lembar pertama, sukses ngantuknya hahaha...

    Belum berani ah baca setebal 700an halaman gini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe, ayo dong, sekali-kali baca buku seperti ini :p

      Hapus
  10. Ini jenis buku yg harus dinikmati perlahan ya kayaknya. Paragraf demi paragraf dalam waktu lama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup, tapi bukunya keren sih kalo menurutku Ky :)

      Hapus
  11. Saya jadi teringat dengan bukunya Jules Verne yang judulnya 60000 Mil di bawah laut. Deksripsi tentang sesuatunya sangat mendetail hingga jatuh ke bosan. Tapi tetap saja saya kasih bintang lima karena memang super duper keren buku tersebut :))

    Cukup OOT-nya. Saya sebenernya sudah punya buku ini, tapi belum sempat juga membacanya karena buku-buku genre favorites sering minta dibaca duluan :))

    BalasHapus