Judul: Surat Dahlan
Penulis: Khrisna Pabichara
Penerbit: Nourabooks
Cetakan: I, Januari 2013
Jumlah Halaman: 378
ISBN: 9786027816251
Dahlan Iskan tetaplah seorang manusia biasa namun memiliki tekad luar biasa. Sosok yang di masa kecilnya hidup dengan kemiskinan, namun berkat mental yang kuat dan kerja keras, akhirnya kesuksesan hidupnya muncul satu demi satu. Kisah hidupnya, kini dibukukan dalam trilogi novel inspirasi Dahlan Iskan, di mana buku Surat Dahlan merupakan bagian kedua dari trilogi tersebut.
Jika di bagian pertama trilogi buku ini, Sepatu Dahlan mengisahkan bagian hidup Dahlan kecil smapai lulus Pesantren Takeran, di buku Surat Dahlan ini diceritakan hidup Dahlan ketika hidup sebagai mahasiswa di Samarinda sampai ketika awal-awal Dahlan Iskan mendapatkan tugas untuk menghidupkan kembali harian Jawa Pos, yang kelak menjadi harian besar di Indonesia, dan pengantar Dahlan menjadi sosok konglomerat di bidang media.
Idealisme merupakan salah satu sifat yang tumbuh dalam jiwa mahasiswa. Termasuk apa yang dialami oleh Dahlan. Bersama rekan-rekannya di PII, Dahlan berusaha memperjuangkan idealismenya, menentang pilihan orde baru yang memilih kebijakan yang tak mendukung rakyat. Akibatnya, Dahlan dikejar-kejar oleh tentara, dianggap subsersif, dan sampai akhirnya dalam pelariannya tersebut, dia menemukan cinta barunya, yaitu cinta terhadap dunia pers. Semula hanyalah ajakan dari Sayid, seorang wartawan Mimbar Masyarakat, yang bertemu Dahlan dalam pelariannya, untuk menjadi wartawan di Mimbar Masyarakat. Karena kegemaran Dahlan menulis, juga intuisi yang tepat dari Sayid, semakin lama Dahlan semakin pintar dalam menulis berita. Dan ini mengantarkan Dahlan ke kesuksesan berikutnya, menjadi wartawan koresponden daerah Samarinda untuk Majalah Tempo.
Dengan kiprah yang semakin lama semakin menjulang, dukungan dari istri tercinta, Nafsiah, yang cinta mereka pun dipertemukan dalam organisasi PII, semakin kuat. Apalagi Nafsiah yang berpendidikan di sekolah guru mau melepas karirnya sebagai guru, ketika harus mendampingi Dahlan ke Surabaya, ketika Dahlan diangkat menjadi ketua biro daerah Jawa Timur untuk majalah Tempo. Ditambah dengan lahirnya putra dan putri mereka, Rully dan Isna, membuat Dahlan semakin giat berkerja keras, meski sempat mendapat protes dari Rully, akibat kurangnya interaksi dari Dahlan di keluarga. Dan sampai pada akhirnya ketika Dahlan menerima tantangan Dari Erwin, orang Tempo pusat, untuk memimpin Jawa Pos yang akan dibeli. Padahal di saat itu keadaan Jawa Pos sedang melorot, baik dari segi omset maupun popularitasnya sebagai harian di Surabaya.
Judul Surat Dahlan di sini, merujuk pada surat-surat yang banyak diterima Dahlan. Berbeda dari seri pertama, Sepatu Dahlan, dimana Sepatu merupakan impian yang selalu dicita-citakan Dahlan, pada Surat Dahlan, lebih banyak dikisahkan surat-surat yang diterima Dahlan. Surat-surat tersebut banyak yang menimbulkan kegalauan pada Dahlan dikarenakan kebanyakan berasal dari Aisha, seorang teman dimana hati Dahlan sempat melabuhkan cinta. Mengingat usia Dahlan yang masih menginjak usia mahasiswa, pergolakan jiwa Dahlan memang menjadi inti di sebagian besar karya ini.
Membaca Surat Dahlan, semakin membuat saya terpana akan kemampuan Khrisna Pabicahara dalam menulis. Bagaimana sebuah kisah hidup yang ramai akan konflik dan kegalauan seorang remaja yang kelak akan mengalami kesuksesan, bisa dirangkai dalam kalimat-kalimat sederhana namun kadangkala bisa berpuitis. Sebagai karya sastra, novel ini patut mendapatkan perhatian serius di kalangan pengkaji sastra Indonesia. Dan buku ini bisa menjadi pegangan bagi orang-orang Indonesia, yang masih mempunyai impian.
Dengan kiprah yang semakin lama semakin menjulang, dukungan dari istri tercinta, Nafsiah, yang cinta mereka pun dipertemukan dalam organisasi PII, semakin kuat. Apalagi Nafsiah yang berpendidikan di sekolah guru mau melepas karirnya sebagai guru, ketika harus mendampingi Dahlan ke Surabaya, ketika Dahlan diangkat menjadi ketua biro daerah Jawa Timur untuk majalah Tempo. Ditambah dengan lahirnya putra dan putri mereka, Rully dan Isna, membuat Dahlan semakin giat berkerja keras, meski sempat mendapat protes dari Rully, akibat kurangnya interaksi dari Dahlan di keluarga. Dan sampai pada akhirnya ketika Dahlan menerima tantangan Dari Erwin, orang Tempo pusat, untuk memimpin Jawa Pos yang akan dibeli. Padahal di saat itu keadaan Jawa Pos sedang melorot, baik dari segi omset maupun popularitasnya sebagai harian di Surabaya.
Judul Surat Dahlan di sini, merujuk pada surat-surat yang banyak diterima Dahlan. Berbeda dari seri pertama, Sepatu Dahlan, dimana Sepatu merupakan impian yang selalu dicita-citakan Dahlan, pada Surat Dahlan, lebih banyak dikisahkan surat-surat yang diterima Dahlan. Surat-surat tersebut banyak yang menimbulkan kegalauan pada Dahlan dikarenakan kebanyakan berasal dari Aisha, seorang teman dimana hati Dahlan sempat melabuhkan cinta. Mengingat usia Dahlan yang masih menginjak usia mahasiswa, pergolakan jiwa Dahlan memang menjadi inti di sebagian besar karya ini.
Membaca Surat Dahlan, semakin membuat saya terpana akan kemampuan Khrisna Pabicahara dalam menulis. Bagaimana sebuah kisah hidup yang ramai akan konflik dan kegalauan seorang remaja yang kelak akan mengalami kesuksesan, bisa dirangkai dalam kalimat-kalimat sederhana namun kadangkala bisa berpuitis. Sebagai karya sastra, novel ini patut mendapatkan perhatian serius di kalangan pengkaji sastra Indonesia. Dan buku ini bisa menjadi pegangan bagi orang-orang Indonesia, yang masih mempunyai impian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar