Judul: Fahrenheit 451
Penulis: Ray Bradbury
Penerjemah: Celcilia Ros
Editor: Alodia Yovita
Penerbit: Elex Media Komputindo
Cetakan: I, 2013
Jumlah Halaman: 232
ISBN: 9786020213200
Guy Montag hidup dalam dunia yang membenci buku. Tugasnya sebagai seorang pemadam kebakaran adalah membakar buku-buku dan rumah yang ditempati buku-buku itu, bukannya memadamkan kebakaran. Pertemuan dengan Clarise McClellan, seorang gadis yang justru tetangganya, membuat dia semakin memikirkan tentang kebahagiaan dan arti hidup. Pertemuan dengan Faber, seorang guru besar, membuat Montag menemukan bahwa apa yang telah dia perbuat adalah salah.
Namun istrinya, Mildred, justru menghalangi Montag untuk melepaskan diri dari apa yang selama ini dia lakukan. Dan Guy harus berhadapan dengan Beatty, kaptennya di pemadam kebakaran.
Namun istrinya, Mildred, justru menghalangi Montag untuk melepaskan diri dari apa yang selama ini dia lakukan. Dan Guy harus berhadapan dengan Beatty, kaptennya di pemadam kebakaran.
Membaca Fahrenheit 451 bisa dibilang membutuhkan konsentrasi tinggi. Bukan karena terjemahannya jelek tapi kata-katanya tak sesederhana novel biasa. Konsep dystopia yang diberikan meskipun sederhana namun digambarkan oleh Bradbury dengan sangat kompleks. Kita tak bisa membacanya secara cepat tanpa kelewatan makna yang dituliskan oleh Bradbury.
Meski demikian, apa yang dituliskan oleh Bradbury selalu berlaku di setiap waktu. Orang banyak melupakan buku, bahkan melakukan pelarangan untuk jenis-jenis buku dengan sifat tertentu. Dan inilah yang membuat saya memberikan nilai lebih untuk buku ini. Kisah yang dipaparkan seolah dekat dengan kehidupan orang yang menggemari membaca dan buku.
Dengan Fahrenheit 451, kekhawatiran akan semakin menghilangnya buku memang terlalu dilebih-lebihkan. Tetapi ancaman terhadap "dunia buku' sebenarnya tak muncul dari aspek di luar buku, seperti teknologi pengganti, ataupun pelarangan, tetapi tidak dibacanya buku itu sendiri
Meski demikian, apa yang dituliskan oleh Bradbury selalu berlaku di setiap waktu. Orang banyak melupakan buku, bahkan melakukan pelarangan untuk jenis-jenis buku dengan sifat tertentu. Dan inilah yang membuat saya memberikan nilai lebih untuk buku ini. Kisah yang dipaparkan seolah dekat dengan kehidupan orang yang menggemari membaca dan buku.
Dengan Fahrenheit 451, kekhawatiran akan semakin menghilangnya buku memang terlalu dilebih-lebihkan. Tetapi ancaman terhadap "dunia buku' sebenarnya tak muncul dari aspek di luar buku, seperti teknologi pengganti, ataupun pelarangan, tetapi tidak dibacanya buku itu sendiri
pernah nonton filmnya, saking penasaran. aduh tapi..... ngga awet, jadul bangeet. mending baca bukunya deh ._.
BalasHapusAh tegaaa.... apa jadinya dunia tanpa buku bagikuuuu~ uuuu~
BalasHapusbtw, ini ada filmnya? pantesan kok judulnya familiar.. aku pasti pernah lihat cover filmnya doang :P
ini kayanya buku yg perlu dibaca berulang kali, tapi butuh 'persiapan' dulu :D
BalasHapus