Judul: Mandolin Kapten Corelli
Judul Asli: Captain Corelli's Mandolin
Penulis: Louis de Bernières
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 506
ISBN: 9796866269
Perang, siapa sih yang menginginkannya? Namun manusia selalu memiliki tantangan untuk menguasai milik orang lain, dan perang adalah salah satu jalan untuk mewujudkannya. Dan perang akan selalu menimbulkan korban. Korban jiwa, korban harta, korban dalam cinta...
Cephallonia, semula adalah sebuah pulau yang sangat indah di Yunani. Kontemplasi politik yang tajam di saat pra-perang dunia II menyebabkan pulau itu dikuasai oleh pasukan Italia. Pendudukan pulau itu oleh Italian dilakukan oleh divisi Acqui, dimana pimpinannya adalah Kapten Corelli, yang mahir bermain mandolin. Kapten Corelli menginap di salah satu rumah penduduk, dr Iannis, yang memiliki seorang putri, gadis nan cantik, Pellagia. Berawal dari kebencian Pellagia terhadap katen Corelli, lambat laun perasaan itu berubah menjadi cinta. Cinta yang penuh tantangan, mengingat keadaan di saat itu tak memungkinkan jalannya cinta di antara mereka, di mana Italia sedang menjajah Yunani.
Perang yang di suatu saat membuat lawan menjadi kawan, berakibat pada pasukan Italia di Cephallonia. Menyerahnya Italia pada Sekutu mengakibatkan kemarahan Pasukan Jerman. Dan pembantaian besar-besaran dilakukan oleh Jerman terhadap pasukan Italia, termasuk kepada psukan Corelli. Dan di saat itulah cinta Corelli dan Pellagia mulai berkembang. Perang memang selalu akan membawa korban.
Jujur saya hampir terisak membaca buku ini. Ada kisah tragis yang membuat saya hampir menitikkan air mata ketika membaca sebuah halaman di buku ini. Bukan karena romansanya tetapi inilah kekejaman yang timbul akibat perang, sesuatu yang sebagian besar dari kita belum rasakan. Dan tak banyak buku yang bisa membuat saya seperti itu.
Sebagai kisah berlatar sejarah perang dunia II, buku ini awalnya terasa lamban. Apalagi beberapa bab awal, masih berganti-ganti sudut pandang. Tapi semakin ke belakangnya, saya merasakan bacanya semakin mnegalir cepat, dan kisah historisnya menarik untuk dibaca.
Kisah cinta yang dimuat dalam buku ini pun tak lebay, apa adanya. Tak terlalu manis, tak terlalu pahit. Kita mungkin tak akan sering mendapat kata romantis dalam buku ini, tapi sejarah, perang dan dipadukan oleh kisah cinta saya pikir adalah hal yang berat untuk digabungkan dalam sebuah novel, namun buku ini sudah sangat pas dengan komposisi yang ada. Tak heran, sebagai salah satu buku yang kisahnya sudah diangkat ke dunia film, buku ini pun termasuk dalam jajaran 1001 books you must read before you die.
Kelemahan buku ini menurut saya hanya satu. Beberapa kata yang menggunakan istilah dalam bahasa Yunani, Itali, maupu Jerman terlalu banyak. Dan sayangnya, saya harus menerka-nerka maksudnya dalam konteks kalimat yang digunakan. Dan ini yang membuat waktu baca saya semakin panjang karena kadang harus mengulang bacaan dengan kalimat-kalimat tersebut, bukan karena bahasanya yang berat. Tapi begitu kita bisa menangkap maksud dari kata asing tersebut untuk selanjutnya jika menemukan kata tersebut rasanya tak menjadi kesulitan lagi.
Untuk akhir ulasan buku ini, izinkanlah saya mengutip sebuah kalimat dalam buku ini yang menjadi sebuah renungan, tentang makna kemanusiaan dalam sebuah pertempuran, bahwa nilai kemanusiaan akan selalu berarti, dalam kisah yang menggetarkan
Kisah cinta yang dimuat dalam buku ini pun tak lebay, apa adanya. Tak terlalu manis, tak terlalu pahit. Kita mungkin tak akan sering mendapat kata romantis dalam buku ini, tapi sejarah, perang dan dipadukan oleh kisah cinta saya pikir adalah hal yang berat untuk digabungkan dalam sebuah novel, namun buku ini sudah sangat pas dengan komposisi yang ada. Tak heran, sebagai salah satu buku yang kisahnya sudah diangkat ke dunia film, buku ini pun termasuk dalam jajaran 1001 books you must read before you die.
Kelemahan buku ini menurut saya hanya satu. Beberapa kata yang menggunakan istilah dalam bahasa Yunani, Itali, maupu Jerman terlalu banyak. Dan sayangnya, saya harus menerka-nerka maksudnya dalam konteks kalimat yang digunakan. Dan ini yang membuat waktu baca saya semakin panjang karena kadang harus mengulang bacaan dengan kalimat-kalimat tersebut, bukan karena bahasanya yang berat. Tapi begitu kita bisa menangkap maksud dari kata asing tersebut untuk selanjutnya jika menemukan kata tersebut rasanya tak menjadi kesulitan lagi.
Untuk akhir ulasan buku ini, izinkanlah saya mengutip sebuah kalimat dalam buku ini yang menjadi sebuah renungan, tentang makna kemanusiaan dalam sebuah pertempuran, bahwa nilai kemanusiaan akan selalu berarti, dalam kisah yang menggetarkan
Sahabat kami; yang datang sebagai musuh, telah berlalu menyebrangi padang asphodel, Kami mendapati dia ternyata lebih mengerti tentang kebaikan daripada manusia hidup mana pun. Kami ingat bahwa medalinya yang banyak itu diperolehnya karena menyelamatkan nyawa sesama, bukan mengambilnya. [halaman 396-397]
covernya menarik untuk dibaca :))
BalasHapuso ternyata ini dari buku toh. Pernah nonton film-nya yg main Nicholas Cage & Penelope Cruz, cuma filmnya lebih fokus ke romance bukan nilai kemanusiaannya.
BalasHapusPengen donlot filmnya ahhh.... :D
BalasHapusAduh menarik >.< Wajib baca nih!!! Bukunya ini terbit tahun berapa mas? kira-kira masih ada gak ya di Gramedia?
BalasHapusfilmnya malah agak datar ya...sepertinya lebih bagus bukunya deh...baru ngeh kalo ini masuk ke 1001 books juga...
BalasHapus